Minggu, 16 September 2012

1 Emas Berapa Gram ?

Hmm..1 Emas berapa gram ?
1 Emas istilah kuantitatif ini sepengetahuan saya , hanya di pakai di daerah Sumatra Barat dan mungkin di beberapa daerah sekitar yang terpengaruh oleh budaya Minangkabau lainnya.
Menurut informasi yang saya terima dari pedagang emas di kota Bukittinggi 1 Emas setara dengan 2,5 Gram emas, baik itu kadar 24 Karat, 20  Karat , atau 18 Karat, baik yang berupa perhiasan tanpa batu mulia atau pun kepingan emas murni saja

Ada istilah lainnya 1 Suku Emas , 1 Rupiah Emas dan lainnya....
Cerita dahulu kalanya memang masyarakat Minangkabau menakar segala sesuatu nya dengan intilah 1 Emas ini. Untuk tanah mereka biasa menggunakan istilah Jengkal,  Depa, Eto  (  sa jangka, sa dapo, sa eto ) sebelum istilah Meter dll. ada.

Untuk Jengkal ukuran nya adalah sekitar 1 Jangka / Jengkal orang dewasa kurang lebih 20 cm - 28 cm , Untuk Dapo / Depa , sepanjang lengan atau di beberapa daerah 2 panjang lengan orang dewasa kurang lebih 1 m - 1,5 m / dan 1 Eto atau Ato tergantung pronaunsiasi di banyak daerah di Minangkabau adalah 1 Bidang Sawah yang tiap panennya bisa menghasilkan 1000 liter padi gabah basah / kering giling , kira - kira 1 are, istilah kuantitatif ini sudah jarang ada dokumentasinya secara baku. tiap daerah di Minagkabau ada perbedaan, tapi umumnya untuk 1 Emas tetap sama dengan 2,5 Gram.

Untuk tanah pun mereka biasanya menghitung harga atau nilai berdasarkan istilah Emas , Harga 1 Meter / 1 Depa/Dapo = 1 Emas ( 2,5 Gram ) emas.....
Kalau mau naik Haji zaman dahulu ongkosnya di hitung dengan Emas,
Istilah nya 100 Emas adalah ongkos buat pergi menunaikan ibadah haji...

Kalau di tarik ke zaman sekarang tentunya sudah berlebih, malah bisa memberangkatkan 2 orang dengan fasilitas Haji Plus dengan 100 Emas sudah dengan uang saku yang berlebih
Perhitungan kalau harga 1 Gram Emas = Rp.500,000
1 Emas = 2,5 x 1 Gram Emas = Rp.500,000 = Rp.1.250.000,-
100 Emas = Rp. 125 Juta.

Menarik ? Belilah Emas untuk Investasi jangka panjang  :)
Tapi ingat jangan Investasi Emas yang cuma surat - surat saja, tapi Emas fisik logam simpan di deposit box supaya aman , :)  jangan simpen di bawah kasur :P


 

Kamis, 13 September 2012

Bukittinggi, Hijau, Sejuk & Dingin

Bukittinggi, 25 tahun yang lalu area Jam Gadang  masih dipenuhi dengan pohon - pohon pinus yang rimbun permadani rumput yang hijau, membuat hawa di sekitar monumen yang di desain oleh Yazin & Sutan Gigi Ameh tersebut terasa sejuk, semilir angin yang melewati ranting - ranting pinus membuat siulan nada alam, menciptakan sebuah melodi ucap syukut atas keindahan alam yang ada di kota Kolonial Belanda ini.

Namun saat ini hal tersebut sudah sirna , permadani rumput hijau sebagian besar sudah diganti dengan "concrete block" membuat kaki terasa panas, tidak ada lagi pohon - pohon  pinus besar yang mampu menaungi kepala dari sengatan sinar sang surya, membuat hawa di bangunan yang dibangun pada  tahun1926 hadiah Ratu Belanda tersebut terasa gerah.

Ya...Bukittinggi sudah tidak sejuk seperti biasa , mungkin "Global Warming" salah satu yang bisa disalahkan atas kondisi yang terjadi, namun kebijakan lokal dari Pemerintah Kota Bukittinggi pun sangat berperan atas kondisi tersebut.
Pemko Bukittinggi tidak mampu membuat kebijakan yang mampu membendung efek dari "Global Warming" tersebut, banyak lahan persawahan di kota Bukittinggi, yang sudah beralih fungsi demikian gampangnya.
Beberapa bukit kecil yang ada di bukittinggi sudah di keruk sebagai bahan galian C & digali habis tanahnya sehingga menjadi datar, dan dibangun komplek perumahan. Dengan menjadi datarnya lahan - lahan yang dulu tersebut merupakan bukit - bukit kecil yang ada dalam kota Bukittinggi membuat udara tidak mengalir dengan baik, padahal syarat dari sirkulasi udara adalah adanya tekanan yang berbeda, tekanan yang berbeda pada suatu kondisi topografi disebabkan karena adanya perbedaan elevasi permukaan tanah, inilah yang membuat " air flow " bekerja dengan baik.
Tidak banyak pengembang perumahan / real estate atau apapun sebutannya memperhatikan hal ini dengan baik ditambah pula tidak ada peraturan / kebijakan pemerintah kota Bukittinggi mengatur tentang hal ini, sehingga setiap komplek perumahan yang baru dibangun cendrung datar dan terkesan gersang.
Salah satu yang agak mampu memahami hal ini baru saya lihat di sebuah komplek perumahan di daerah belakang Bukit Apit, Rachi Hills Residences, komplek perumahan tersebut nampak unik, pengembang mampu mempertahankan "contour" dan perbedaan elevasi tanah dengan baik, sehingga tetap menjadi sebuah bukit kecil.
   
Tidak mampu nya pemerintah kota Bukittinggi bergerak membuat kebijakan - kebijakan yang strategis, menurut pandangan saya karena tidak ditempatkan nya orang - orang terbaik yang ada dalam pemerintahan kota Bukittinggi pada posisi dan basis keilmuannya. Tidak heran jika menemukan kepala SKPD ataupun beberapa struktur dibawah SKPD di pemerintahan kota Bukittinggi menduduki jabatan yang sama sekali tidak sesuai dengan basis keilmuannya.
Ini harus segera dibenahi jika kota Bukittinggi tidak mau ketinggalan dengan kota - kota lain di Sumatra Barat.


Rabu, 12 September 2012

Bukittinggi

Bukittinggi sebuah kota kecil seluas 25 Km persegi ditengah pulau Sumatra dijajaran Bukit Barisan yang terletak di ketingggian 900 - 1000 meter diatas permukaan laut , yang berhawa sejuk.
Tidak banyak yang berubah dari kota ini, kecuali kemacetan yang luar biasa sewaktu hari - hari puncak liburan, pengelolaan sampah, penataan parkir & pasar yang semerawut, kota yang sudah semakin kurang hijaunya , ditambah dengan keluhan warga kota Bukittinggi tentang Air Minum dan pelayanan PDAM yang amburadul dan suhu yang sudah tidak terlalu sejuk seperti 20 - 30 tahun lalu.

Kota yang hanya punya luas administratif 25 Km persegi & penduduk hanya 114 ribu jiwa ini , seperti tak bertuan, pemerintah kota Bukittinggi sepertinya kehilangan kendali atas kota ini, kesemerawutan terjadi dimana - mana, tidak ada kontrol dan solusi yang permanen yang bisa dijalankan untuk mengatasi hal - hal yang disebutkan di paragraf diatas, ( Ketertiban Umum, Parkir, Sampah, & distribusi Air Minum dari PDAM ).
Kota yang dalam sejarahnya pernah menjadi ibukota sementara ini, setiap tahun yang saya lihat Pemko Bukittinggi hanya mampu mengerjakan proyek trotoar dan drainase kota, kalau pun ada yang mungkin dikatakan "Mega Proyek " hanya pembangunan 1 ( satu ) gedung parkir di tanah ex - Dep. Kehutanan, itu pun informasi yang saya terima hanya mampu menampung 200 - 300 kendaraan, tidak sebanding dengan tingkat kunjungan dan mobil yang memasuki dan parkir di kota ini.

Banyak pembangunan dikota Bukittinggi yang tidak sepenuhnya memenuhi kaidah - kaidah nilai sejarah, apalagi kepentingan umum, contoh banyak pembangunan hotel di Bukittinggi yang tidak menyediakan kapasitas parkir untuk tamunya minimal sesuai dengan jumlah kamar yang ada, sehingga tamu - tamu hotel yang mobilnya tidak tertampung di lot parkir hotel , harus parkir di atas trotoar pejalan kaki, dan sangat sering ditemui memakai badan jalan, sehingga mengganggu pengguna jalan lainnya.Tidak hanya hotel , bahkan bangunan pemerintah pun melakukan hal yang sama, contoh bisa dilihat di Rumah Sakit RSUD.Ahmad Mochtar Bukittinggi, jalan DR.A.Riva'i di depan RSUD Ahmad Mochtar tersebut penuh sesak oleh parkir mobil baik di kiri badan jalan ataupun kanan badan jalan sehingga kerap menimbulkan kemacetan. Apa yang dilakukan oleh pemerintah kota Bukittinggi ? jawabannya sederhana yaitu tidak bisa melakukan apa - apa. Sangat ganjil dan aneh jika kota ini di anugrahi penghargaan " Wahana Tata Nugraha " ( Penghargaan Negara di bidang Tata Lalu Lintas )

Dari segi sisi historis pembangunan bangunan di kota Bukittinggi terutama di area yang memiliki nilai - nilai sejarah tinggi tidak ada sama sekali " pakem " atau ketentuan atau aturan baku bagaimana harusnya area - area ini "diperlakukan khusus", contoh, banyak bangunan - bangunan tua di sepanjang jalan A,Yani, atau lebih dikenal dengan " Kampuang Cino" berubah wujud menjadi bangunan - bangunan beton modern, tidak masalah dengan mau di fungsikan seperti dan untuk apa , walaupun bangunan - bangunan tersebut adalah milik pribadi paling tidak harus ada aturan mengenai tata bentuk dari bangunan - bangunan tersebut, paling tidak bentuk orisinil bangunan harus di pertahankan , dalam hal ini judul nya adalah " Preservasi " bukan lagi " Renovasi " , atau bahkan bangun baru yang tidak mengembalikan wujud ke bentuk awal.
Dalam hal ini ada contoh yang baik yang saya lihat, yang dilakukan oleh pengelola KFC ( Kentucky Fried Chicken ) dan Hau's Tea, tanpa melakukan perombakan total tapi mereka bisa menjaga eksistensi wujud bangunan lamanya sehingga menjadi sesuatu yang menarik.

Hmm... sampah....
Pengelolan dengan sistem " Free Open Dumping ", sampah warga kota Bukittinggi, hanya dibuang begitu saja ke ujung " Ngarai Sianok " oleh pemerintah kota Bukittinggi, tanpa ada proses sebelum dan sesudahnya.
Akibatnya jelas , sangat mencemari lingkungan tentunya, sampai saat ini masih tidak ada solusi dari pemda Bukitttinggi, lagi - lagi tidak heran sudah beberapa tahun terakhir Kota Bukittinggi tidak pernah lagi meraih penghargaan " Adipura ", atau kalau pun pernah meraih sekali lagi sangat aneh.

Hendaknya dengan kepemimpinan Walikota Bukittinggi, H.Ismet Amzis.SH, hal - hal tersebut diatas belum terlambat untuk bisa dibereskan, masih ada waktu 3 tahun lagi dari periode jabatan untuk benar - benar menjalankan visi dan misi yang sudah diprogramkannya.